WahanaNews-Tanjunglesung | Di masa pandemi, Online Travel Agent (OTA) terancam terhadap kehadiran Google, khususnya bagaimana Google memengaruhi daya saing dan pilihan konsumen.
Menurut perusahaan data dan analisis asal Inggris, GlobalData, valuasi pasar (market value) OTA pada tahun 2020 turun sebesar 60,4 persen Year-on-Year atau YoY.
Baca Juga:
Polisi Tembak Polisi di Solok Selatan, Kasus Masih dalam Penyelidikan
Analis Travel and Tourism GlobalData, Ralph Hollister, mengatakan bahwa kehadiran Google cukup berdampak terhadap OTA yang mau tidak mau harus mengandalkan mesin pencarian (search engine) tersebut untuk meningkatkan web traffic.
Hollister melanjutkan bahwa Google harus diperlakukan berbeda karena posisinya sebagai mesin pencarian yang dominan.
"Sekaligus fakta bahwa perusahaan tersebut tidak menawarkan layanan yang bersaing secara langsung. Persaingan yang rendah dapat menyebabkan kenaikan harga, sehingga penting bagi semua wisatawan untuk mencapai keseimbangan yang tepat," kata Hollister melalui keterangan tertulis di laman GlobalData, Kamis (13/1/2022).
Baca Juga:
Setyo Budiyanto Terpilih sebagai Ketua KPK: OTT Tetap Senjata Utama
Sementara itu, Analis Tematik GlobalData, Laura Petrone, mengatakan bahwa Google memiliki tanggung jawab besar terkait daya saing.
Google juga disebut memiliki monopoli terhadap pencarian di internet.
"Platform digital seperti Google dapat menggunakan informasi yang dihasilkan data dari satu pasar dan (dengan) memanfaatkan pengaruhnya, mereka bisa memperluas layanannya ke pasar yang baru. Namun, mereka perlu hati-hati (karena), dengan melakukan hal itu, mereka bisa menarik lebih banyak pengawasan karena mereka dilihat sebagai monopoli data di sektor manapun mereka bergerak," kata Petrone.
Pada tahun 2015 hingga 2019, terdapat peningkatan pasar OTA sebesar 9,4 persen compound annual growth rate atau CAGR.
Namun, pada tahun 2019 saat buruknya pendapatan terjadi pada kuartal ketiga, mereka menyalahkan lemahnya visibilitas terhadap hasil pencarian di Google.
Laba bersih Expedia Group, misalnya, turun 22 persen YoY pada kuartal ketiga tahun 2019.
Sebagian disebabkan oleh perubahan algoritma Google yang mengakibatkan hilangnya visibilitas.
Hollister menerangkan, pada tahun 2019 Google meluncurkan Travel Hub, menambah kemampuan Google Assistant untuk check-in penerbangan dan pemesanan hotel, serta membuat situs web untuk ketersediaan hotel berdasarkan destinasi wisata.
Pada tahun 2019, Forbes melaporkan bahwa Google meluncurkan Google Travel yang memudahkan pengguna untuk menemukan penerbangan serta hotel terbaik dan termurah di Google.
Google Travel merupakan fitur yang memberi informasi seputar pandemi di destinasi wisata, termasuk persentase ketersediaan hotel dan penerbangan ke daerah tersebut.
Ketika mengetik kalimat "penerbangan", mengutip Forbes, maka pada posisi paling atas terlihat nama bandara asal dan nama bandara tujuan. Serta penerbangan ke sejumlah destinasi berdasarkan pencarian sebelumnya atau recent flight searches.
Posisi paling atas tersebut dinilai krusial karena, menurut Forbes, pengguna berkemungkinan tinggi memilih hasil pencarian di posisi paling atas daripada di bagian bawah. OTA yang ingin situs webnya terpampang di bagian paling atas harus membayar kepada Google.
"OTA yang tengah berjuang akan semakin bergantung kepada traffic Google Search sembari memulihkan diri dari efek pandemi. Google harus lebih berhati-hati untuk tidak berkembang atau bertindak terlalu agresif dalam jangka pendek atau mereka akan menghadapi klaim anti-persaingan, gugatan, dan denda yang lebih sering," jelas Hollister. [rda]