WahanaNews - Tanjunglesung | Rumput laut (seaweed) atau secara ilmiah dikenal dengan istilah algae atau ganggang. Budi daya rumput laut adalah cara yang efisien untuk menghasilkan makanan bergizi tinggi untuk populasi yang terus bertambah.
Banyak makanan yang menggunakan rumput laut sebagai bahan utama ataupun pelengkap. Salah satunya adalah sushi, makanan khas Jepang yang sangat digemari masyarakat dunia.
Baca Juga:
BMKG Prediksi Wilayah Banten Potensi Cuaca Ekstrem Sepekan Kedepan
Di luar suhsi, masih banyak makanan dunia lainnya yang menggunakan rumput laut, seperti wakame atau kombu.
Makanya, tak heran jika produksi rumput laut dunia terus meningkat. FAO mencatat bahwa pada 2020 produksi rumput laut dunia mencapai lebih dari 35 juta ton, dua kali lipat lebih besar dalam dekade terakhir.
China dikenal sebagai negara penghasil rumput laur terbesar di dunia. Mengikuti China, ada sejumlah negara Asia lainnya yang juga masuk ke dalam kelompok penghasil rumput laut terbesar di dunia. Siapa saja mereka?
Baca Juga:
Gempa M 5,5 di Banten Terasa Hingga Sukabumi
Berikut sususan negara penghasil rumput laut terbesar di dunia.
1. China
Berdasarkan data FAO tahun 2020, China menghasilkan rumput laut sebanyak 20,8 juta ton atau setara 59% dari total produksi rumput laut yang dihasilkan dunia. Tak cuma itu, China juga merupakan negara pengelola rumput laut terbesar di dunia. Provinsi Fujian dan Shandong menyumbang 42% dan 32% dari total produksi budi daya tahunan rumput laut. Berkembangnya industri rumput laut China tak lepas dari pemerintah negara itu. Sejak awal tahun 1950-an Pemerintah China telah mendorong dan mendukung industri rumput lautnya.
2. Indonesia
Produksi rumput laut Indonesia sekitar 9,6 juta ton atau sekitar 27,5% dari total produksi rumput laut dunia. Dengan jumlah sebanyak itu, Indonesia menempatkan diri sebagai negara terbesar kedua penghasil rumput laut dunia. Indonesia dengan 6.400.000 km2 luas lautan dan 110.000 km panjang garis pantai, serta didukung iklim tropis, merupakan wilayah yang sesuai untuk pertumbuhan berbagai jenis rumput laut. Sebagai bagian dari segi tiga karang (coral triangle) dunia, Indonesia memiliki setidaknya 550 jenis varian rumput laut bernilai ekonomis tinggi dari sekitar 8.000 jenis yang ada di dunia dapat tumbuh dengan baik di Indonesia. Termasuk, salah satunya yaitu jenis Eucheuma cottoni yang diperkirakan nilai total potensinya di Indonesia mencapai USD10 miliar atau Rp145 triliun per tahun.
3. Filipina
Negara ini berada di urutan ketiga sebagai penghasil rumput laut terbesar di dunia. Mengutip Mongabay, pada tahun 2020 negara tersebut memproduksi 1,48 juta ton rumput laut. Jumlah itu setara 2% dari total total produksi dunia. Rumput laut Filipina diekspor ke Amerika Serikat, China, Spanyol, Rusia, dan Belgia. Rumput laut Filipina dihargai untuk karagenan, aditif seperti gelatin yang digunakan sebagai zat pengental dan penstabil untuk banyak produk makanan dan kosmetik.
Filipina sendiri memulai budi daya rumput laut secara komersial pada tahun 1970-an dan telah berkembang menjadi salah satu usaha yang paling signifikan di negara itu, mendukung lebih dari 200.000 keluarga pesisir. Produksi rumput laut terutama dilakukan di Tawi-tawi, Cebu dan beberapa provinsi lain di selatan negara itu.
4. Korea Selatan
Berdasarkan data FAO, Korea Selatan merupakan salah satu dari empat negara penghasil rumput laut terbesar di dunia. Pada tahun 2017 Korea memproduksi 1.351.258 ton rumput laut dari produksi dunia sebesar 30.136.389 ton (berat basah). Produksi rumput laut Korea Selatan kemudian meningkat menjadi 1.812.765 ton pada tahun 2019. Jenis rumput laut Saccharina japonica memang menyumbang produksi terbesar (662.557 ton), namun Pyropia adalah jenis rumput laut yang paling penting secara ekonomi di Korea, menyumbang 66% dari total nilai produksi rumput laut.
Sejarah budidaya rumput laut di Korea dimulai dengan Pyropia. Catatan sebelum tahun 1425 menunjukkan bahwa Pyropia sedang diproses dengan memotong dan mengeringkan dan penanaman Pyropia dimulai antara 1623 dan 1649.
Budidaya pertama Pyropia dilakukan di sekitar Pulau Taein, pantai barat daya Korea tempat seorang nelayan menemukan beberapa ranting bambu mengambang dengan Pyropia melekat padanya dan mulai membudidayakan Pyropia dengan menanam ranting bambu di sepanjang pantai.[mga]