WahanaNews Banten | Pegon merupakan aksara yang resmi dipakai di sejumlah kerajaan Islam di Nusantara, pada masa lampau. Salah satu kerajaan yang menggunakan aksara ini adalah Kesultanan Banten.
Salah satu buktinya, manuskrip-manuskrip yang berisi dokumen resmi kesultanan ditulis dalam aksara ini. Lantas apa sih aksara pegon yang dulu digunakan hampir sebagian kerajaan di nusantara?
Baca Juga:
Walikota Jakarta Pusat Dorong Batik Pakaian Santai
Peneliti Aksara Pegon Nusantara Ahmad Ginanjar Syaban mengatakan, pegon merupakan huruf Arab yang dimodifikasi untuk menuliskan bahasa Jawa dan Sunda.
Kata pegon berasal dari bahasa Jawa, yakni pégo yang bermakna menyimpang. Kala itu, bahasa Jawa yang ditulis dalam huruf Arab memang dianggap sesuatu yang tidak lazim.
Aksara Pegon muncul sekitar tahun 1.400 yang digagas oleh Raden Rahmat atau lebih dikenal dengan Sunan Ampel.
Baca Juga:
BRIN Ajak Peneliti Global Riset Kesehatan Tanah di ICC MAB Maroko
Namun ketika penganut agama Islam makin meluas dan bantak di Nusantara, penggunaan aksara Arab yang merupakan aksara dasar pada kitab suci agama islam, Alquran, kemudian diterapkan oleh beberapa ulama besar Nusantara sebagai alat menuliskan bahasa-bahasa asli nusantara, seperti bahasa Sunda, Jawa dan Madura.
"Artinya Arab Pegon adalah warisan leluhur Nusantara sejak ratusan tahun lalu," kata Ginanjar, Senin (18/10/2021).
Aksara pegon sendiri, kata Ginanjar, itu sebenarnya bukan hal asing bagi bangsa Indonesia ini karena aksara ini yang kerap dipakai untuk menuliskan bahasa di masa silam oleh suku-suku bangsa. Namun, aksara ini kian tersingkirkan pasca Indonesia merdeka.
"Perlahan-lahan aksara ini mulai terpinggirkan lalu diganti oleh aksara Latin yang kita pakai," katanya.
Terpisah, H. Makky, pengurus Kesultanan Banten mengaku miris melihat kondisi upaya pelestarian aksara pegon di Provinsi Banten. Padahal, Kesultanan Banten kala itu mengunakan aksara ini dalam literasi resmi mereka.
"Harapan saya sangat ingin pemerintah ikut campur fokus terhadap pegon dan memfasilitasi orang-orang yang berjuang agar Arab pegon ini diakui Unesco," katanya. [Tio]