Banten.WahanaNews.co, Jakarta - Arif Rahman, Sekretaris Jenderal Pemuda Pancasila, dengan tegas mengajukan kembali ke UUD 1945 naskah asli sebelum mengalami amandemen dalam acara penyampaian maklumat Dewan presidiium konstitusi yang digelar di DPD RI, Jumat (10/11/2023).
"MPR seharusnya kembali diakui sebagai lembaga hukum tertinggi sesuai dengan semangat awal kemerdekaan," ujar Arif Rahman.
Baca Juga:
Yakini Putaran Kedua Pilgub Jakarta, Pemuda Pancasila Siap All-Out Dukung RK-Suswono
Acara ini menjadi ajang diskusi penting mengenai arah konstitusi Indonesia, dalam kesempatan tersebut Pemuda Pancasila hadir untuk memberikan pandangannya tentang urgensi kembali ke konstitusi asal Indonesia, yaitu UUD 1945 tanpa amendemen.
Menurutnya, langkah ini akan membawa kembali nilai-nilai luhur dan semangat kemerdekaan yang terkandung dalam teks konstitusi tersebut.
Berawal dari agenda yang diusulkan oleh DPD RI bersama Wakil Presiden RI ke- VI Jend. Purn. Try Sutrisno hingga mendapat dukungan dalam Rapat Koordinasi Badan Kerja Sama (BKS) antara Pemuda Pancasila (PP), KB FKPPI, dan Pemuda Panca Marga (PPM), yang disaksikan oleh Ketua MPR RI dan Ketua DPD RI.
Baca Juga:
Pemuda Pancasila Sumut Siap Antar Bobby Nasution ke Kursi Gubernur
Mereka mengajak elemen bangsa untuk datang ke MPR guna meminta sidang MPR dengan agenda tunggal, yaitu kembali ke UUvD 1945 yang lahir pada 18 Agustus 1945.
Dalam Rakor yang digelar di Sekretariat MPN Pemuda Pancasila, Kamis (26/10) malam itu, Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mengatakan DPD RI telah menyiapkan kajian akademik untuk menyempurnakan dan memperkuat naskah asli UUD 1945, sehingga lebih menjamin kedaulatan rakyat, serta mencegah pengulangan praktek penyimpangan yang terjadi di orde lama maupun orde baru.
"Oleh karenanya, kami mengajak semua komponen bangsa untuk bergabung di dalam Dewan Presidium Konstitusi, sehingga menjadi penjelmaan rakyat, untuk kemudian pada 10 November 2023 semua yang tergabung dalam Presidium tersebut, akan dipimpin oleh Wakil Presiden ke-VI Pak Try Sutrisno, menemui Pimpinan MPR,” tukas LaNyalla.
Ditambahkan LaNyalla di dalam Dewan Presidium Kontitusi itu akan terdapat unsur-unsur yang ada di dalam masyarakat.
Mulai dari organisasi massa (baik berbasis keagamaan, nasionalis, pemuda dan mahasiswa), lalu kaum profesional, serikat-serikat, raja dan masyarakat adat, serta pakar, ahli dan akademisi.
Ketua Umum Majelis Pimpinan Nasional (MPN) Pemuda Pancasila KPH Japto Soelistyo Soerjosoemarno mengatakan, sejak awal Pemuda Pancasila menolak dilakukannya amandemen UUD 1945 pada tahun 1999-2002.
Apalagi, kata Japto, jika menilik sejarah, Pemuda Pancasila dilahirkan dalam rangka menjawab Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
"Kami selalu meneriakkan yel-yel Pancasila Abadi. Bagi kami, Pancasila Abadi itu adalah hal mutlak. Kami dilahirkan dalam rangka menjawab Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Sehingga kita harus mempertahankan Pancasila," tutur Japto.
Saat ini, Japto melanjutkan, bangsa ini hanya dikuasai oleh partai politik. Di mana mereka mengatur kepentingan mereka sesuai seleranya masing-masing.
Kita lihat saja di Pilpres ini. Rakyat hanya disodorkan oleh jago dari partai politik. Kita disodorkan para calon seperti memilih kucing dalam karung," kata Japto.
Sistem demokrasi Liberal ini menurut Japto tentu saja sangat jauh dari keinginan para pendiri bangsa yang mengedepankan musyawarah mufakat sebagaimana Sila Keempat Pancasila.
"Maka, kami seluruh Keluarga Besar Pemuda Pancasila siap mendukung dan berada di barisan paling depan untuk mempertahankan UUD 1945 naskah asli," tegas Japto.
Ketua Umum KB FKPPI Pontjo Sutowo senada dengan Japto.
Dikatakannya, FKPPI salah satu elemen yang menolak dilakukannya amandemen konstitusi pada tahun 1999-2002.
Bahkan, Pontjo mengaku organisasinya sempat menemui Amien Rais yang menjabat Ketua MPR RI saat itu.
"Kami protes saat itu. Kami menolak UUD 1945 diamandemen. Itu sikap FKPPI saat itu. Dari dulu kita tidak sepakat dengan amandemen," beber Pontjo.
Pontjo paham bahwa yang menginginkan perubahan amandemen konstitusi adalah pihak asing.
"Tapi saya bersyukur bahwa yang menginginkan perubahan dan kembali kepada UUD 1945 naskah asli semakin membesar.
Saat ini, Pontjo menilai ada tiga pekerjaan besar yang harus dilakukan dalam kerangka hal tersebut yakni, menggalang opini publik, counter forces dan pendekatan kepada partai politik.
"Kita sepakat kembali kepada UUD 1945 naskah asli. Nanti yang kurang kita perbaiki dengan teknik adendum. Tapi yang pasti, jangan biarkan Ketua DPD RI sendirian," kata Pontjo yang mendukung penuh langkah LaNyalla.
Pontjo berpesan agar jangan ada satu elemen masyarakat pun yang ditinggalkan dalam rangka gagasan mengembalikan UUD 1945 naskah asli.
"Semua harus digalang. Demokrasi kita saat ini ruang lingkupnya kecil, karena hanya diurus partai politik. Saya yakin hal itu tak bisa menjawab tantangan dan problematika rakyat. Maka, partisipasi rakyat harus digalang dalam gerakan ini," tuturnya.
Ketua Umum Pimpinan Pusat PPM Bertho Izaak Doko, juga memiliki pandangan yang sama dengan Japto dan Pontjo.
Menurutnya, gagasan kembali kepada UUD 1945 tidak serta merta datang begitu saja, melainkan melalui kajian mendalam.
"Ada dasarnya, ada basisnya. Apa itu, yakni hasil kajian yang kami lakukan dan hal itu juga dilakukan oleh orangtua kami di LVRI. Semangatnya sama yakni mengembalikan UUD 1945 naskah asli," papar Bertho.
[Redaktur: Amanda Zubehor]