Banten. WahanaNews.co - Direktur Manajemen Risiko PT PLN (persero) Suroso Isnandar mengungkapkan bahwa transisi energi di Indonesia merupakan tantangan yang kompleks, baik dari sisi teknis, finansial, maupun sosial sehingga kolaborasi antar-sektor dan lembaga menjadi penting untuk menjawabnya.
"Transisi energi merupakan proses yang tidak mudah. Kita membutuhkan kolaborasi dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, swasta, dan masyarakat," kata Suroso di Jakarta, Jumat.
Baca Juga:
Dampak Ganda Lingkungan dan Energi Bersih, ALPERKLINAS Apresiasi Pemerintah Ubah Sampah Jakarta Jadi Energi Listrik di Bantar Gebang
Pernyataan Suroso tersebut disampaikan dalam Tripatra Sustainable Engineering Summit 2023, yang bertema "risk and opportunities in building sustainable energy business".
Suroso menjelaskan bahwa tantangan utama transisi energi di Indonesia adalah bagaimana memastikan keamanan pasokan listrik di tengah transisi ke sumber yang lebih ramah lingkungan. Hal ini karena listrik merupakan komoditas yang tidak dapat disimpan.
Untuk itu, PLN telah melakukan beberapa langkah untuk mengatasi tantangan tersebut antara lain menandatangani perjanjian pembelian listrik (PPA) dengan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTGU) dan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP).
Baca Juga:
Animo Masyarakat Tinggi, ALPERKLINAS Desak Rekrutmen Karyawan PLN Group Harus Akuntabel dan Pro Pelayanan Konsumen
Demikian diketahui, PLN mengganti PLTU batu bara sebesar 800 MW dengan pembangkit gas hingga membatalkan perjanjian pembelian tenaga listrik atau power purchase agreement (PPA) PLTU batu bara sebesar 1,3 GW.
Kemudian, membangun pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) dan PLTP dengan kapasitas lebih kecil sebagai langkah transisi.
Selain itu, PLN juga mendorong pengembangan teknologi energi terbarukan (EBT) yang dapat diandalkan, seperti solar photovoltaic (PV) dan baterai.