WahanaNews Banten | Kepala Badan Nasional Penganggulangan Terorisme (BNPT), Boy Rafli Amar, mengatakan, kelompok terorisme akan melakukan beragam upaya untuk dapat merekrut masyarakat masuk ke dalam jaringannya.
Boy menyebut, kondisi tersebut jelas masih menjadi tantangan bangsa Indonesia, sebab sangat bertentangan dengan nilai luhur dan ideologi negara.
Baca Juga:
Resmi Jabat Kepala BNPT, Ini 3 Kebijakan yang Akan Dijalankan Komjen Rycko Amelza Dahniel
Satu di antara beberapa jaringan terorisme tersebut yang aktif merekrut orang adalah Jamaah Islamiyah (JI).
Boy mengatakan, JI hingga kini masih terus melakukan rekrutmen untuk kelompoknya.
"Bahkan menyelenggarakan kegiatan pendanaan untuk terorisme, mereka berusaha mengumpulkan dana dari masyarakat untuk mendukung aktivitas kegiatan terorisme mereka, seperti memberangkatkan pihak-pihak tertentu untuk berangkat ke Suriah, misalkan, itu adalah salah satu yang mereka lakukan," kata Amar dalam acara Power Breakfast radio Elshinta, Senin (08/11/2021) pagi.
Baca Juga:
Presiden Lantik Rycko Amelza Dahniel Sebagai Kepala BNPT
Boy menyebut, dalam perekrutannya, jaringan terorisme JI itu kerap kali menargetkan masyarakat dari berbagai kalangan termasuk kalangan bawah.
Bahkan, ironisnya, mantan Kapolda Papua itu mengatakan, tidak sedikit Aparatur Sipil Negara (ASN) masuk sebagai anggota organisasi terlarang itu.
"Karena itu, kita tidak ingin masyarakat kita menjadi korban seperti sekarang ini, karena mereka memang berusaha mencari jejaringnya sampai ke lapisan masyarakat bawah, dan tidak sedikit mereka yang berlatarbelakang ASN," ucapnya mengutip dari WahanaNews.co.
Hanya saja, Boy Rafli Amar tidak menyebutkan secara detail jumlah pegawai ASN yang terpapar paham radikalisme tersebut.
Pernyataan ini juga merujuk pada kasus penangkapan anggota terorisme JI di Lampung yang ternyata juga menjabat sebagai Kepala Sekolah Dasar Negeri dari Pemda Lampung.
Atas hal itu, kata Jenderal Polisi bintang tiga tersebut, sangat diperlukan pemahaman atau edukasi tentang pertentangan terhadap narasi-narasi radikal sedari dini.
Sebab, jika tidak, maka bukan tidak mungkin nantinya dikhawatirkan ribuan masyarakat akan dengan sangat mudah tergabung dalam jaringan menyesatkan itu.
"Ini tentu memerlukan semacam kewaspadaan dini bagi kita semuanya, jadi (khawatirnya) tanpa terasa nanti semua ribuan kita bisa ikut sepakat dengan apa diusung oleh paham ideologi terorisme ini,” katanya.
"Penyadaran seperti ini yang terus kita lakukan bersama dengan unsur kementerian/lembaga bersama pemerintah daerah, tokoh masyarakat, untuk kita selamatkan masyarakat kita bangsa kita dari pengaruh-pengaruh negatif dari mereka-mereka yang memanfaatkan ideologi terorisme untuk keuntungan mereka sendiri," ujar dia.
Puluhan PNS Jadi Tersangka Kasus Terorisme
BNPT mengungkap, puluhan Pegawai Negeri Sipil (PNS) menjadi tersangka kasus tindak pidana terorisme sejak 2010 lalu.
Direktur Pencegahan BNPT, Brigjen Ahmad Nurwahid, menyampaikan, 13 orang di antaranya merupakan anggota TNI-Polri. Adapun data ini merupakan akumulasi sejak 2010 lalu.
“Data semenjak 2010 pegawai negeri sebagai tersangka tindak pidana teroris ada 31 orang terdiri dari eks Polri 8 orang, eks TNI 5 orang, dan 18 orang eks ASN. Total 31 orang data dari tahun 2010," kata Ahmad saat dikonfirmasi wartawan, Jumat (05/11/2021).
Ahmad menuturkan, setidaknya ada sekitar 19,4 persen yang masuk ke dalam indeks potensi radikalisme.
Data ini merupakan data terakhir sekitar 2018-2019 lalu.
"Indeks potensi radikalisme itu sekitar 2018 sampai 2019, itu yang masuk ke dalam indeks potensi radikalisme di PNS itu ada 19,4 persen itu masuk ke dalam indeks potensi radikalisme. Survei itu dilakukan Alvara dan Mata Air Foundation," ujar dia.
Ahmad menjelaskan, ada sejumlah indikator yang mempengaruhi indeks potensi radikalisme.
Satu di antaranya, mereka tidak setuju atau anti terhadap Pancasila.
"Di mana indikator potensi radikalisme itu adalah dia tidak setuju atau anti terhadap Pancasila. Dia pro khilafah kemudian dia anti terhadap pemerintahan yang sah, dia intoleran dan eksklusif, dia nanti budaya dan kearifan lokal keagamaan. Nah itu indikatornya," jelasnya.
Selain itu, kata Ahmad, indikator lainnya juga ditandai sumpah baiat terhadap ustaz atau kelompok jaringan teror.
Lalu, sudah melakukan idad atau latihan-latihan perang, sudah melakukan donasi terhadap jaringan teror dan kegiatannya.
"Itu masuk memenuhi unsur tindak pidana terorisme sehingga bisa dilakukan penangkapan sebelum melakukan aksi teror yang sering disebut sebagai upaya preventif Justice atau preventif strike untuk mencegah sebelum melakukan aksi teror," kata dia.
Sebagai informasi, Densus 88 Antiteror Polri sebelumnya menangkap dua anggota teroris JI di Lampung pada Minggu (31/10/2021) dan Senin (01/11/2021) lalu.
Mereka adalah Ir S (61) dan S (59).
S (61) merupakan Ketua Lembaga Amil Zakat Abdurrohman Bin Auf (LAZ-ABA), yayasan yang terafiliasi dengan teroris JI.
Sementara itu, S (59) bertugas sebagai Bendahara LAZ ABA.
Pada Selasa (2/11/2021), Densus 88 Antiteror Polri kembali menangkap anggota teroris Jamaah Islamiah (JI) berinisial DRS (47) di wilayah Lampung.
Dia diketahui berprofesi sebagai kepala sekolah di daerah Pesawaran.
Adapun DRS ditangkap di Jalan Cendrawasih, Wonokriyo, Gading Rejo, Pringsewu, Lampung pada Selasa (02/11/2021).
Penangkapan ini berdasarkan pengembangan penangkapan dua teroris JI dua hari terakhir.
"Satgaswil Lampung menangkap DRS jaringan kelompok JI. Profesinya PNS sebagai Kepala Sekolah SDN Pesawaran," kata Kabag Bantuan Operasi Densus 88 Antiteror Polri Kombes Pol Aswin Siregar saat dikonfirmasi, Rabu (03/11/2021).
Aswin menuturkan, penangkapan itu mengenai pengembangan teroris JI berinisial S (61) pada Minggu (31/10/2021) kemarin.
"Pengembangan dari penangkapan Ketua LAZ BM ABA atas nama Ir S," ungkap dia.
Dalam penangkapan ini, Densus 88 membawa sejumlah barang bukti.
Di antaranya, kendaraan sepeda motor, ATM, hingga uang yang diduga milik S.
Hingga saat ini, pihaknya masih melakukan pengembangan lebih lanjut terkait kasus tersebut.
"Mengamankan tersangka ke Mako Polda Lampung untuk dilakukan tes antigen dan interogasi pengembangan," katanya. [dhn/tio]