WahanaNews Banten | Eks Juru Bicara (Jubir) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan, ada lima alasan mengapa Presiden Joko Widodo (Jokowi) seharusnya mengangkat 57 pegawai KPK yang gagal lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) menjadi aparatur sipil negara (ASN).
Alasan pertama, kata Febri, presiden adalah kepala negara. Sebagai kepala negara, Jokowi adalah pemimpin tertinggi dalam penyelenggaraan Republik Indonesia.
Baca Juga:
Fakta-fakta Kasus Pemerasan di Rutan KPK yang Melibatkan 15 Pegawai
"Apalagi terkait Pemberantasan Korupsi. Karena kita tahu, Korupsi adalah virus paling jahat yg menggerogoti negara," cuit Febri dilansir dari akun Twitternya @febridiansyah, Minggu, 26 September 2021.
Alasan kedua, presiden bersama DPR berwenang merevisi Undang-Undang (UU) KPK. Sehingga, menempatkan KPK dalam rumpun eksekutif sesuai Pasal 1 angka 3 UU Nomor 19 tahun 2019 tentang KPK.
"Bahkan, Presiden jg yg mengirim surat ke DPR & menugaskan Menkumham & Menpan RB utk membahas revisi UU KPK," ucapnya.
Baca Juga:
Terlibat Pungli Rutan 78 Pegawai KPK Mulai Jalani Pemeriksaan Disiplin
Alasan ketiga, lanjut Febri, presiden berwenang menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2020 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Dalam aturan itu, presiden disebut sebagai pemegang kekuasaan tertinggi pembinaan PNS. Sehingga, berwenang untuk mengangkat dan memberhentikan PNS.
"Kekuasaan yg ada di KPK hanya delegasi dari Presiden," ujar dia.
Alasan keempat, janji politik Jokowi saat menjadi calon presiden baik periode 1 dan 2. Dalam pernyataan politiknya, Jokowi kala itu menegaskan akan memperkuat KPK dan pemberantasan korupsi.
"Inilah saat terbaik menyelamatkan KPK dari persekongkolan menyingkirkan para pegawai KPK menggunakan TWK yg bermasalah," katanya.
Alasan kelima, dua lembaga negara, yakni Ombusdman Republik Indonesia (ORI) dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menemukan masalah serius dalam pelaksanaan TWK.
ORI menemukan maladministrasi, sedangkan Komnas HAM menyatakan ada 11 pelanggaran HAM dalam pelaksanaan TWK. Bahkan, kata Febri, para pegawai KPK dihambat mengetahui info TWK yang membuat mereka disingkirkan.
Kendati begitu, Febri memahami bahwa publik termasuk 57 pegawai KPK yang akan dipecat pada 30 September mendatang tidak bisa memaksa Jokowi.
"Pak Presiden yg kami hormati, kondisi KPK berada pada situasi paling kelam. Berbuatlah sesuatu. Niscaya ini akan jadi cerita untuk generasi nanti," tutur Febri. [Tio]