WahanaNews.co | Kali ini tim dari WahanaNews.co mengajak pembaca mengulik hobi berburu Ketua Umum Majelis Pimpinan Nasional (MPN) Pemuda Pancasila, KPH Japto S. Soerjosoemarno.
Menurut Japto, berburu bukan sekedar membunuh melainkan turut serta menjaga kesetabilan ekositem alam, sebagaimana dikutip dari Youtube Miing Bagito Channel yang tayang beberapa waktu lalu.
Baca Juga:
Gelar Naker Expo, Kemnaker Sediakan Puluhan Ribu Lowongan Pekerjaan di Tiga Kota
Hobinya berburu ini tentu sangat menarik. Karena, masih menjadi kegemaran yang cukup asing bagi masyarakat Indonesia.
Semakin menarik lagi karena hobi ini juga digemari olehnya, seorang tokoh nasional, Ketua Umum MPN Pemuda Pancasila yang sudah menjabat lebih dari 4 dekade.
Kegemerannya berburu sangat jelas terlihat dimana ada banyak pajangan hewan - hewan yang diawetkan di dalam rumahnya.
Baca Juga:
Sudinkes Jakarta Barat Ingatkan Rumah Sakit Terus Terapkan Pelayanan Berbasis Hospitality
Japto menyebut, 99,9 persen pajangan yang ada di rumahnya tersebut merupakan hasil buruan.
“Satu dua biji ada yang dikasih orang, iya 99,9 persennya hasil buruan,” kata Japto.
Tak hanya itu, lanjut Japto, dirinya menilai ada pengertian yang salah tentang berburu.
"Sebetulnya itu yang salah orang memikirkan tentang berburu. Karena kalau kita baca ketentuan berburu, itukan bukan cuma nembak doang,” terangnya.
“Berburu itu adalah mengambil, memindahkan dan membunuh binatang-binatang liar. Tujuan berburu itu adalah mengadakan Balencing (keseimbangan) ekosistem, konservasi, jadi kita jaga binatangnya supaya tidak punah. Kita jaga binatangnya agar tidak over populiasi,” sambung Japto.
Japto juga menjelaskan, dalam berburu itu terbagi atas 2 macam. Yakni, hauling dan harvesting.
“Jadi penyeimbangan dan panen. Keseimbangan itu ditentukan dengan kuota, dengan contoh diambil kalau sudah over populasi, misalnya gajah dihutan ini hanya bisa menampung 500, ternyata ada 1000, kan 500 nya harus diambil, yang 500 itu tidak harus dibunuh. Dipindahkan kehutan lain, dibuat koleksi kebun binatang,” paparnya.
Hal tersebut didapatkannya berdasarkan pengalaman berburu di beberapa negara seperti, Afrika, Amerika, New Zealand, Itali dan lainnya.
Pada kesempatan ini, Japto juga mengkritik pemerintah Indonesia dalam pengelolaan hutan untuk menjaga keseimbangan ekosistem, seperti jumlah populasi flora dan fauna.
Ia menilai, pemerintah Indonesia hanya berfokus pada floranya. Bahkan itu pun dinilai masih kurang maksimal.
“Hanya kayu aja yang diurusin, tebang kayu jualan kayu, nahh binatangnya ini sebetulnya sumber komersialisasi untuk mendatangkan visa,” ungkapnya.
Menurutnya olahraga berburu ini punya potensi menjadi sumber komersialisasi untuk mendapatkan visa.
“Di Afrika itu rata-rata kita lihat data-datanya, 40 persen pendapatan pemerintahnya dari berburu,” kata Japto.
Ia menilai, di negara Indonesia ini kondisi hutan bak seperti gudang.
“Hutan dibuat kaya gudang, yang dijagain pintunya, isinya kaga tau,” sebutnya.
"Kalau di hutan itu binatang yang paling kuat itu gajah, kalau gajah itu ribuan di satu hutan binatang lain gak makan, habis sama dia. Jadi hutan itu bisa menampung, berapa ribu gajah, berapa ekor rusa baru bisa seimbang,” tambahnya sembari mencontohkan.
Sementara itu, lebih rincinya lagi Japto menjelaskan tentang fungsi dari pengendalian populasi pada hutan.
"Binatang itu dia punya teritori, kedua ada komandan dalam kelompoknya ada pemimpin jantan, dan kalau sudah tua itu harus berbagi. Ada jantan yang kuat, tetapi sudah tidak produktif. Kita ambil contoh rusa, itu bisa membawa 10-30 betina dalam rombongannya.
“Jadi apa yang harus dilakukan?," tanya Japto.
“Nah, tugas orang kehutanan itu adalah survei di hutan hutan lihat binatang mana yang tidak berkembang,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, jika dalam istilah konservasi, setiap tahun harus bertambah 70 persen dari jumlah populasi betina yang produktif. Contoh jika ada 100 betina yang produktif, populasinya harus bertambah 70. Jika dibawah itu berarti ada jantan yang tidak produktif, tetapi dia tidak kasih kesempatan jantan lain untuk bikin anak.
"Jadi itulah yang diburu, yang tua, yang tidak produktif, atau yang cabangnya bagus banyak,” terangnya.
Pada prinsipnya, lanjut Japto lagi, sesuai dengan ketentuan perburuan dirinya menjelasnya ada dua prinsip olahraga perburuan.
“Pemburu itu seorang konservasionis, bukan pemburu daging,” katanya.
“Kedua, tidak boleh berburu memakai anjing, tetapi dengan anjing boleh, contoh berburu babi hutan, anjing hanya mengusir, babinya tetap kita tembak, karena ada kejadian binatang itu gak mati, hanya luka jadi ngamuk di kampung,” sambung Japto.
Kesimpulannya, kata Japto, Hewan liar itu bisa di ambil, pertama untuk olaraga berburu, kedua untuk penelitian mau buat peternakan atau kebun binatang dan ketiga buat hadiah untuk tamu kenegaraan. [afs]