Bahkan,belum lama ini nelayan Binuangeun menjadi korban kecelakaan laut setelah diterjang gelombang tinggi hingga perahunya terbalik dan menghilang hingga ditemukan tim SAR gabungan meninggal dunia.
Saat ini, ratusan perahu nelayan tradisional di tepi Pantai Binuangeun dan sebagian di antaranya diperbaiki.
Selama tidak melaut, untuk mencukupi kebutuhan dapur nelayan mengandalkan pinjaman atau utang.
"Kami sudah biasa jika cuaca buruk mengutang ke juragan pemilik perahu dan dibayar nanti setelah tangkapan normal," ujarnya.
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Lebak, Nurman mengatakan sejak sepekan terakhir nelayan di wilayahnya tak melaut akibat cuaca buruk juga ditambah kenaikan harga BBM.
Selain itu juga nelayan mengeluhkan karena biaya operasional melaut cukup tinggi dan untuk satu pekan di laut mencapai Rp 5 juta.
Sedangkan, harga jual di pelelangan tidak seimbang dengan biaya operasional.
Selain itu juga tangkapan sangat minim sehingga nelayan memilih tak melaut. "Kami berharap harga BBM kembali turun atau diberikan subsidi," katanya.
Sementara itu, Kepala Bidang Peningkatan Kapasitas Nelayan Kecil Dinas Perikanan Kabupaten Lebak Rizal Ardiansyah menyatakan pihaknya kini tengah mengajukan kepada Bupati Lebak untuk membantu nelayan, terkait adanya penyesuaian harga BBM.
Sebab, nelayan dipastikan biaya produksi meningkat usai penyesuaian BBM tersebut ditambah cuaca buruk.
Dengan demikian, pihaknya pemerintah daerah dapat memberikan bantuan kepada nelayan akibat dampak penyesuaian harga BBM.
"Kami dalam waktu dekat akan menggelar rapat bersama Bupati Itu Octavia," katanya.[mga]