WahanaNews - Tanjunglesung | Hutan mangrove di Indonesia merupakan yang terbesar di dunia. Namun, tiap harinya kerusakan hutan mangrove luasnya mencapai 700 hektare.
Hal ini disebabkan karena adanya alih fungsi lahan, abrasi, dan eksploitasi kayu yang berlebihan.
Baca Juga:
BMKG Prediksi Wilayah Banten Potensi Cuaca Ekstrem Sepekan Kedepan
Berangkat dari latar belakang tersebut, mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) yang tergabung dalam Tim Peduli Pesisir melakukan pengabdian masyarakat di Kelurahan Degayu. Sekitar 300 bibit mangrove jenis Rhizophora dan 100 bibit mangrove jenis Bruguiera berhasil ditanam pada Jumat (17/6/2022) lalu di Pantai Cemoro Sewu.
Mangrove sendiri menyimpan segudang manfaat. Kayunya mampu digunakan untuk bahan bangunan, akarnya dapat menjadi penyaring garam dan mengurangi salinitas air laut, buahnya bisa disulap menjadi tepung, sirup, keripik, dan untuk jenis Rhizophora berpotensi dijadikan pewarna alami.
“Semoga nantinya batik Pekalongan bisa beralih menggunakan pewarna yang lebih alami dan tidak mengotori sungai kita,” ujar Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Dinas Lingkungan Hidup Kota Pekalongan, Eni.
Baca Juga:
Gempa M 5,5 di Banten Terasa Hingga Sukabumi
Sementara itu, salah satu pemerhati lingkungan di Degayu, Amy Hanan mengaku, telah puluhan tahun mencurahkan waktu dan tenaganya untuk menanam mangrove.
Hal ini ia lakukan agar bisa menyediakan benteng alami untuk mengurangi dampak banjir rob yang melanda pesisir utara Kota Batik tersebut.
Keinginannya juga adalah menghadiahi anak cucu supaya bisa mengecap udara yang segar, lingkungan yang sehat, dan pantai yang bersih.