Banten.WAHANANEWS.CO - Sekretaris Jenderal Forum Tanah Air (FTA), Ida N Kusdianti, menyuarakan kekhawatiran terhadap pengembangan Proyek Strategis Nasional (PSN) di kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2.
Menurutnya, proyek ini berpotensi menciptakan wilayah dengan otoritas tersendiri, bahkan menyerupai entitas yang berdiri di dalam negara.
Baca Juga:
Mahasiswa Banten dan Jakarta Tinjau Lokasi PSN di Perbatasan PIK2
Ida menyoroti luas kawasan PIK 2 yang melebihi Singapura—dengan total wilayah sekitar 71.800 hektare atau 780 kilometer persegi—sehingga memunculkan persepsi bahwa daerah ini berkembang secara terpisah dari kontrol nasional.
"PIK 2 yang lebih luas dari Singapura memunculkan anggapan bahwa kawasan ini seolah menjadi negara dalam negara di Republik Indonesia," ungkapnya dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (4/3/2025).
Lebih jauh, ia menyoroti keberadaan sejumlah fasilitas strategis di kawasan tersebut, termasuk markas Brimob serta infrastruktur darat, laut, dan udara yang telah dibangun.
Baca Juga:
Masyarakat Desa Muncung Segel Proyek Pengurugan Jalan Penghubung dengan PIK 2
Ia khawatir, kelengkapan fasilitas ini dapat mengarah pada terbentuknya otoritas administratif yang berdiri sendiri.
"Dengan adanya markas Brimob dan fasilitas transportasi yang lengkap, ini bisa menjadi cikal bakal wilayah dengan administrasi tersendiri, yang tentu menimbulkan kekhawatiran besar," tegasnya.
Selain itu, Ida menilai bahwa penetapan PIK 2 sebagai PSN telah memberikan keleluasaan bagi pengembang untuk melakukan ekspansi tanpa memperhatikan dampaknya terhadap masyarakat sekitar.
"Dalih PSN dijadikan alat untuk membebaskan lahan dengan cara-cara yang merugikan warga, termasuk penggusuran dan penentuan harga tanah yang tidak wajar," tambahnya.
Sebelum masuk dalam daftar PSN, kata Ida, kawasan yang kini disebut PIK 2 hanya mencakup Kecamatan Kosambi, sementara wilayah lainnya memiliki nama PIK A hingga PIK 14.
Namun, penggunaan nama PIK 2 untuk seluruh area pembebasan lahan dianggapnya sebagai strategi untuk menekan masyarakat agar menerima relokasi.
"Penyematan nama PIK 2 di semua area pembebasan patut diduga sebagai upaya menakut-nakuti warga agar mereka menyerahkan tanahnya kepada pengembang dengan dalih proyek strategis," tegasnya.
Ida juga menyinggung meningkatnya konflik agraria akibat proyek-proyek strategis nasional, termasuk PIK 2. Berdasarkan data Konsorsium Pembangunan Agraria (KPA), dari tahun 2020 hingga 2023 terdapat 115 konflik agraria yang berkaitan dengan PSN, dengan total luas lahan terdampak mencapai 516.409 hektare dan lebih dari 85.000 keluarga terkena dampak.
Sementara itu, proyek pengembangan kawasan hijau dan pariwisata di PIK 2, yang dikenal sebagai "Tropical Coastland," resmi masuk dalam daftar 14 PSN baru pada 2023. Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 6 Tahun 2024 tentang perubahan daftar PSN.
Namun, pemerintah kini tengah mengevaluasi proyek-proyek PSN, termasuk pengembangan Tropical Coastland di PIK 2.
"Kami meminta evaluasi teknis dari Kementerian Pariwisata terkait proyek ini," ujar Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, pada 23 Januari 2025.
Selain itu, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, juga mengungkapkan bahwa proyek PIK 2 menghadapi kendala tata ruang. Dari total 1.705 hektare lahan yang masuk PSN, sekitar 1.500 hektare ternyata berada di dalam kawasan hutan lindung.
"Pengembangan PIK 2 masih menemui banyak hambatan, termasuk ketidaksesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di berbagai tingkatan, baik di RTR KSN Jabodetabekpunjur, RTRW Provinsi Banten, maupun RTRW Kabupaten Tangerang," kata Nusron, 28 November 2024.
Dengan berbagai kendala ini, Ida menekankan bahwa pemerintah harus lebih berhati-hati dalam mengelola proyek PSN agar tidak semakin memperburuk konflik agraria serta merugikan masyarakat sekitar.
[Redaktur: Rinrin Kaltarina]