Banten.WAHANANEWS.CO - Organisasi Relawan Nasional MARTABAT Prabowo-Gibran mendesak pemerintah pusat agar segera memperluas pembangunan tanggul pengaman pantai di kawasan pesisir Banten, khususnya di sekitar Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Lesung.
Desakan ini disampaikan menyusul kekhawatiran meningkatnya risiko bencana akibat perubahan iklim dan pengalaman traumatis tsunami Selat Sunda tahun 2018 yang masih membekas dalam ingatan warga setempat.
Baca Juga:
Persiapan Menuju Kota Global Aglomerasi Jabodetabekjur Terus Digenjot, MARTABAT Prabowo-Gibran Apresiasi Rencana Pemprov Jakarta Bangun Flyover Perlintasan Kereta Api
Ketua Umum MARTABAT Prabowo-Gibran, KRT Tohom Purba, menegaskan bahwa perlindungan infrastruktur pesisir di kawasan KEK bukan hanya menjadi isu lokal, melainkan juga menyangkut investasi nasional, keselamatan publik, dan keberlanjutan ekonomi wilayah.
"Pemerintah sudah terbukti bisa membangun tanggul pantai pascatsunami di Kalianda, Lampung. Tapi mengapa kawasan vital seperti KEK Tanjung Lesung justru belum mendapatkan atensi sepadan? Ini ironis dan patut dikritisi," kata Tohom, Selasa (22/7/2025).
Menurutnya, Tanjung Lesung sebagai destinasi pariwisata unggulan dan kawasan investasi strategis tidak bisa dibiarkan terbuka terhadap ancaman bencana pesisir.
Baca Juga:
MARTABAT Prabowo-Gibran Apresiasi Tol Kutepat: Kunci Emas Menuju Kejayaan Kawasan Ekonomi Dunia Kuala Tanjung
Ia menilai pendekatan pembangunan tanggul pengaman seharusnya tak lagi bersifat reaktif pascakejadian, melainkan bersifat preventif dan terencana.
"Jangan menunggu ada korban jiwa lagi baru bergerak. KEK Tanjung Lesung adalah proyek jangka panjang negara. Maka perlindungannya pun harus jangka panjang, tangguh, dan berlapis," ujarnya.
Tohom menyebut bahwa pembangunan pengaman pantai juga merupakan instrumen penting dalam menciptakan kepercayaan investor, terutama bagi sektor pariwisata, perhotelan, hingga pengembangan pelabuhan wisata dan dermaga kecil.
"Masa depan KEK tidak hanya ditentukan oleh insentif fiskal, tapi juga oleh jaminan keselamatan ekosistemnya. Jika pengamanan pantai diabaikan, maka pembangunan kawasan itu sama saja membangun di atas pasir yang mudah tersapu ombak," tuturnya.
Tohom yang juga Ketua Aglomerasi Watch ini menambahkan bahwa penanganan kawasan pantai harus masuk ke dalam kerangka pengelolaan wilayah aglomerasi secara terintegrasi.
Menurutnya, kawasan pesisir barat Banten merupakan bagian dari sistem aglomerasi strategis antara Jawa bagian barat dan Lampung selatan yang harus ditangani dengan perencanaan spasial berbasis mitigasi bencana.
"Aglomerasi wilayah pesisir seperti Tanjung Lesung dan Lampung selatan punya karakteristik risiko yang sama: rawan tsunami, abrasi, dan gelombang tinggi. Maka harus ada masterplan perlindungan pantai yang bukan parsial, tapi lintas provinsi dan terintegrasi," jelas Tohom.
Ia juga mengingatkan bahwa pemerintah jangan hanya melihat pembangunan tanggul sebagai proyek teknis infrastruktur semata.
“Pembangunan pengaman pantai adalah bentuk investasi sosial. Kita bicara soal menyelamatkan nyawa, mempertahankan mata pencaharian nelayan, dan menjaga keberlanjutan kawasan wisata,” ujarnya.
MARTABAT Prabowo-Gibran juga menyarankan agar pemerintah melibatkan lebih banyak komunitas lokal dan organisasi masyarakat sipil dalam perencanaan proyek-proyek perlindungan pantai.
“Kebijakan harus turun dari kebutuhan rakyat, bukan hanya hasil rapat elite teknokrat. Libatkan masyarakat agar hasilnya tepat sasaran,” tegas Tohom.
Sebelumnya, pemerintah telah memulai pembangunan tanggul pengaman pantai di Kalianda, Lampung, sejak 2019, menyusul bencana tsunami yang menewaskan ratusan orang pada 2018.
Proyek itu dilaksanakan secara bertahap hingga tahun 2023, dengan panjang total 11 kilometer dari rencana 18 kilometer.
Proyek ini menelan biaya ratusan miliar rupiah dan ditujukan untuk melindungi wilayah pesisir dari gelombang pasang dan abrasi.
Namun menurut Tohom, pengalaman pembangunan di Lampung tersebut harus dijadikan pelajaran dan ditiru penerapannya di daerah rawan lain seperti KEK Tanjung Lesung.
“Jangan ada diskriminasi perlindungan. Lampung dibangun, Tanjung Lesung jangan ditinggal,” pungkasnya.
[Redaktur: Sobar Bahtiar]