WahanaNews Jabar-Banten | Pro-kontra mengenai keberadaan minuman beralkohol terjadi di tengah masyarakat. Satu sisi, minuman tersebut dianggap haram dan dapat memicu kriminalitas. Namun pada sisi lain, tak sedikit yang mengonsumsinya sebagai sebuah tradisi adat.
Polemik itu menjadi persoalan bagi semua komponen bangsa Indonesia. Pada tataran regulasi, pro-kontra antara pihak yang ingin sebatas pengawasan dan pengendalian dengan pihak yang mengharuskan pelarangan total terus menghangat.
Baca Juga:
Kejari Tangerang Selatan Telusuri Tersangka Baru Kasus Korupsi Penyaluran KUR Rp1,2 Miliar
Ketua PCNU Kota Tangerang Selatan (Tangsel), KH. Abdullah Mas’ud, membeberkan, jika dirinya lebih memandang pada persoalan kemajemukan. Kata dia, kebijakan mengenai minuman beralkohol harus menimbang lebih besar mana antara maslahat dan mudharat.
"Sebagai umat muslim, kami tetap berprinsip bahwa minuman yang memabukkan adalah haram. Namun dalam bingkai bangsa yang majemuk, memang kita harus melihat hal ini secara lebih luas lagi. Sehingga cukup diperketat pengawasan dan pengendaliannya saja," katanya dalam diskusi "Bahaya Miras Oplosan dan Upaya Pencegahan Masyarakat” yang digelar di kawasan Ciputat Timur, Jumat (10/09/21).
Menambahkan itu, Ketua NU Kecamatan Ciputat Timur, Yasin, merujuk sebuah kaidah ushul fiqh yang berbunyi 'Dar-ul mafasid muqoddamun ala jalbil masholih' yang artinya mencegah kemudaratan diutamakan dibanding mengambil manfaat dari sesuatu.
Baca Juga:
Relawan Pasukan Andra-Dimyati Sosialisasikan Calon Gubernur Banten di 190 Titik Tangsel
"Mengacu pada kaidah itu, maka umat muslim khususnya warga nahdliyyin harus dapat melihat persoalan lebih jeli lagi, terutama dalam hal menimbang antara maslahat dan mudhorot yang mungkin timbul dari penegakan atau pelarangan dalam syariat agama," ucapnya.
Sementara itu, peneliti Centre for Indonesia Policy Studies, Pingkan Audrine, turut menyoroti keberadaan minuman beralkohol pada sisi yang lebih khusus. Di mana dalam minuman beralkohol sebenarnya sudah ada pengendalian komoditi, tinggal pengawasannya agar tak terjadi penyalahgunaan.
"Sedangkan pada aspek lokalitas daerah, ini jangan disamaratakan, karena akan terjadi diskriminasi regulasi. Minuman beralkohol berbeda dengan produk miras oplosan yang bersifat ilegal. Miras oplosan diracik secara asal-asalan karena masyarakat tidak tahu bahan bakunya, tidak ada sentra khusus yang menjual oplosan ini sehingga sulit dilacak keberadaanya," ucapnya. (Tio)