WahanaNews-Banten | Denny Siregar, aktivis sekaligus penggiat medsos menyoroti kebijakan Jokowi soal Pengelolaan Hasil Tambang dan Caranya Merayu Elon Musk, sebagaimana diunggah pada akun YouTube 2045 TV, dan dikutip WahanaNews.co pada Senin (2/5/22).
"Salah satu kebijakan yang membuat saya jatuh cinta pada pemerintahan Jokowi Ini adalah, cara dia memperlakukan hasil usaha tambang kita," ujar Denny.
Baca Juga:
Kenang Ryanto Ulil, Brigjen TNI Elphis Rudy: Saya yang Antar Dia Jadi Polisi, Kini Antar ke Peristirahatan Terakhir
Ia menyebut sebelum Jokowi, hasil tambang kita itu selalu diekspor dalam bentuk mentah ke luar negeri.
"kita ekspor bijih nikel ke Eropa, di Eropa biji nikel yang dalam bentuk mentah itu, diolah menjadi barang setengah jadi, dan hasilnya dipisahkan untuk membuat beberapa barang produksi," jelanya.
Menurutnya, salah satu turunan dari pengolahan biji nikel itu adalah, untuk membuat baja. Dari produksi baja ini, Kemudian dibuatlah beberapa barang seperti silet, gunting dan lain-lain, banyak lagi yang kemudian di ekspor lagi Indonesia.
Baca Juga:
OTT di Bengkulu, KPK Amankan 8 Pejabat dan Sita Sejumlah Uang Tunai
"Bayangkan, selama puluhan tahun kita ekspor biji nikel dalam bentuk mentah sebesar anggap aja lah 20 juta rupiah per ton. Dari satu ton bijih nikel itu, Eropa bisa mengolah barang-barang dari nikel kita tadi dan mendapat untung 20 milyar rupiah. Itu baru keuntungan dari hasil jual barang belum lagi keuntungan dari terserapnya tenaga kerja di Eropa sehingga ekonomi mereka terus berputar," kata Denny.
sedangkan di Indonesia? kita manyun, sambung Denny, karena secara ekonomi kalau kita nggak punya banyak Keuntungan, sedangkan alam kita cenderung rusak dan biaya untuk memperbaikinya juga sangat mahal, dan itu berlangsung puluhan tahun lamanya, sejak era Soeharto berkuasa.
Baru di masa pemerintahan Jokowi semua itu di rumahnya, dia mulai menstop se tahap demi setahap ekspor bahan mentah dari hasil tambang.
Ia menyebut Jokowi nggak bisa menyetop ekspor itu secara Mendadak, itu terang ekstrim ya.
"Karena kita juga butuh teknologi untuk pengolahan hasil tambang ini maka dia buatlah kebijakan dalam dua fase yaitu, fase barang setengah jadi dan fase barang jadi," kata Denny.
Fase barang setengah jadi adalah fase di mana hasil-hasil tambang itu, diolah dulu menjadi barang setengah jadi pengolahannya memakai teknologi yang sering kita dengar namanya, yaitu smelter.
Smelter Ini adalah tempat peleburan bijih tambang yang mentah menjadi barang setengah jadi.
Barang setengah jadi yang nantinya akan jadi pelengkap produksi buat baja dan lain-lain. inilah yang mulai diekspor keluar negeri dan Indonesia.
Indonesia dapat apa? tanya Denny, "ya dapat uang dari nilai investasi perusahaan yang bangun smelter di sini. Nilainya itu bisa triliunan rupiah, bahkan sampai ratusan Triliun Rupiah, tergantung skalabesarnya,".
Lanjutnya, "Selain itu tenaga kerja kita juga terserap dan yang paling penting Hai semua itu adalah alih teknologi kita membuat syarat kepada perusahaan luar, kalau lu mau bangun smelter di sini ya pelan-pelan kalian harus ahli teknologi. Keren kan, itu baru barang setengah jadi".
Ia juga menjelaskan bahwa Jokowi ingin menaikkan level permainannya setingkat ke atas lagi untuk memproduksi barang jadi.
"inilah inti dari pertemuan dengan LBP dan Elon Musk di Amerika kemarin," kata Denny.
Elon Musk adalah pemilik Brand mobil listrik Tesla, ketika dunia beralih dan mobil berbahan bakar minyak ke listrik. Maka, permintaan mobil listrik dunia pun semakin meningkat dan mobil listrik butuh baterai untuk menyerap dan mendistribusikan arus listriknya di dalam mobil.
Dan salah satu komponen terpenting dalam membuat baterai nikel. Kita punya nikel tapi kita nggak punya pabrik baterai untuk mobil listrik di sini lah Jokowi bermain.
Ketika Elon Musk pertama kali berhubungan dengan pemerintah Indonesia, dia bilang bahwa dia butuh nikel setengah jadi untuk pabrik baterai mobil Teslanya. Tapi yaitu dia hanya butuh setengah jadinya aja. Sedangkan pabrik baterainya dia pengen buat di Australia dengan segala macam alasannyalah.
Nanti sesudah diproses di Australia, baru baterainya di ekspor atau dijual kembali ke Indonesia.
"Ya jelas Jokowi nggak mau" kata Denny dengan nada tegas.
"Dia nggak mau Indonesia cuma jadi negara konsumen aja, bukan produser. Maka dia terapkan syarat ke Elon Musk, kalau lu Musk pengen jualan baterai listrik lu di sini, buat pabriknya disini. Kami sediakan nikelnya kami sediakan lahan untuk bangun pabriknya, lu bawa teknologi kalian ke negara ini." Paparnya.
Denny menyebut Elon Musk sempat tidak setuju dengan keputusan Jokowi ini.
"Elon Musk awalnya enggak mau, ya biar ngambek dan keluar dari kesepakatan itu, ngambeknya itu sebenarnya bagian dari Bargening Elon Musk aja, miriplah seperti emak emak ketika belanja dan pura-pura pergi supaya Dipanggil lagi sama abang sayur. "Mak mak, Iya deh mak sini, sini... 2000 ambillah," ternyata dalam perdagangan tingkat dunia pun metode emak-emak dan tukang sayur itu masih juga," kata Denny sambil tertawa.
Tapi Elon Musk masih tetap butuh nikel kita. karena itu, saluran belakang antara Indonesia dan Elon Musk dibuat terbuka.
"Strategi mempertemukan dua kepentingan bisnis ini tetap dibangun dan seperti yang kita lihat kemarin, Elon Musk yang baru saja sepakat membeli Twitter dengan harga lebih dari 600 Triliun Rupiah, tapi rumahnya masih ngontrak itu, sudah bertemu dengan LBP yang mewakili pemerintah Indonesia. Bahkan, Jokowi berencana akan berkunjung dan melihat proyek Space X Elon di Amerika," kata Denny.
Begitulah bisnis, kata Denny, ketika kita tahu bahwa kita punya nilai yang dibutuhkan mereka. Maka kita harus percaya diri kalau mereka akan membeli tentu semua dengan aturannya kita sendiri.
"karena ini negara berdaulat dan Elon Musk juga sekaya kayaknya dia, harus mengerti itu, bahwa Indonesia presidennya sekarang adalah Jokowi yang tetap baik dalam berkomunikasi tetapi dalam aturan dia tidak mau berkompromi." Tutur Denny. [afs]