WahanaNews-Banten | Selasa (9/8/2022) lalu, media sosial Instagram dihebohkan dengan curhatan pelanggan PLN yang terkena tagihan Rp 80 juta.
Manajer Komunikasi dan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) PLN UID Jawa Timur, Anas Febrian mengatakan, tagihan tersebut lantaran di dalam segel meteran milik pelanggan terdapat kabel yang seharusnya tidak ada.
Baca Juga:
PLN UP3 Kebon Jeruk Gelar Pertemuan Lanjutan Atasi Keluhan Tagihan Pelanggan
Keberadaan kabel yang menghubungkan pahasa IN dan OUT itu bukan merupakan standar PLN.
"Keberadaan kabel (jumper) tersebut menyebabkan gangguan pada sistem pengukuran meter, sehingga meter tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya yang mengakibatkan eror hingga-28 persen," ujar Anas, Jumat (12/8/2022).
Menurut Anas, minus berarti meteran tidak mengukur dengan normal.
Baca Juga:
Manajemen PLN UID Kalselteng Terima Audiensi YLKI Kalsel untuk Peningkatan Pelayanan Konsumen
Ia pun mencontohkan, jika seharusnya meteran normal mengukur 100, karena minus 28 persen maka hanya terukur 72.
Penjelasan Anas, temuan pelanggaran listrik ini bermula dari kegiatan Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL) di suatu perumahan di Surabaya Barat pada Senin (8/8/2022).
Dari sekitar 15 rumah yang diperiksa, petugas menemukan pelanggaran di rumah pelanggan yang berprofesi sebagai dokter ini.
Meski pelanggan mengaku tak tahu soal pelanggaran tersebut, PLN tetap menjatuhkan tagihan susulan sebagai sanksi.
Pasalnya, menurut Anas, pelanggan PLN memiliki tanggung jawab untuk turut menjaga instalasi listrik, yang dalam kasus ini adalah meteran.
Adapun merujuk pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 27 Tahun 2017 dan Peraturan Direksi PT PLN Nomor 088-Z.P.DIR.2016, temuan di rumah pelanggan tersebut termasuk dalam kategori Pelanggaran Golongan II (P2).
Golongan II (P2) adalah pada APP terpasang ditemukan satu atau lebih fakta yang dapat memengaruhi pengukuran energi.
"Dalam hal ini temuan kabel (jumper) yang menyebabkan eror meter -28 persen," tutur Anas.
Pelanggan kemudian dikenakan tagihan susulan sesuai dengan kategori P2, dengan rumus perhitungan sebagai berikut:
Tagihan Susulan Golongan 2 = 9 x 720 jam x daya tersambung x 0,85 x harga per kwh tertinggi pada golongan tarif pelanggan.
Karena daya listrik di rumah pelanggan cukup besar yakni 7.700 VA, maka tagihan susulan yang dikenakan juga besar.
"Pada hari itu juga, pelanggan sudah memahami dan bersedia untuk melunasi kurang lebih sekitar Rp 80 juta tadi," kata Anas.
Selepas pelanggan melunasi, meteran di rumah pelanggan langsung diganti dengan yang baru.
Kegiatan P2TL
Adapun Anas menjelaskan, Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL) adalah kegiatan rutin yang dilaksanakan oleh seluruh PLN se-Indonesia.
Tujuan P2TL, guna melakukan pemeriksaan teknis terhadap instalasi listrik, baik milik pelanggan maupun milik PLN.
"Untuk apa dicek? Untuk menghindari bahaya-bahaya kelistrikan yang mungkin bisa timbul akibat kesalahan penggunaan, instalasi yang tidak sesuai standar," jelasnya.
Selain itu, P2TL juga sebagai langkah preventif PLN untuk mengamankan pendapatan negara dari kegiatan-kegiatan ilegal atau ketidaksesuaian instalasi listrik.
Sementara di Surabaya sendiri, PLN telah melaksanakan P2TL di lebih dari 83.000 pelanggan pada semester pertama 2022.
Dari jumlah tersebut, tutur Anas, terdapat 2.904 temuan yang terindikasi instalasi sambungan rumahnya terdapat kelainan atau pelanggaran.
Rinciannya, sebanyak 1.739 temuan memengaruhi pembatas daya meteran, 824 memengaruhi pengukuran, dan 256 temuan lain memengaruhi keduanya.
Sisanya, 85 temuan merupakan kelainan atau ketidaksesuain yang dilakukan oleh non-pelanggan PLN.
"Tidak hanya rumah Pak Dokter saja, tetapi pemeriksaan (P2TL) ini sudah dilakukan secara umum, secara random," ujar Anas.
Selain metode random atau acak dengan melakukan penyisiran, P2TL juga bisa dilakukan dengan metode Target Operasi (TO).
"Kalau Target Operasi ini biasanya ada data-data awal yang kita curigai. Kalau rumah Pak Dokter ini murni kita lakukan penyisiran," ungkapnya. [afs]