WahanaNews-Banten | Puncak permintaan kendaraan listrik (electric vehicle/ EV) di Indonesia diprediksi bakal terjadi pada 2035 mendatang. Di tahun tersebut permintaan baterai EV diperkirakan bisa mencapai 59 Giga Watt hour (GWh).
Toto Nugroho, Direktur Utama Indonesia Battery Corporation (IBC), mengatakan berdasarkan prediksi pada kajian yang sudah pihaknya lakukan, di RI ada tiga segmen besar yang mendorong kebutuhan baterai EV.
Baca Juga:
Ketua KPU Jakarta Barat Ingatkan Dokumen Yang Perlu Dibawa ke TPS Pilkada 2024
Dari sisi kendaraan, ada roda empat yang diproyeksikan hingga 2035 bakal mencapai hampir 400 ribuan kendaraan per tahun, sehingga butuh banyak suplai baterai. Selain roda empat, ada juga roda dua yang diproyeksikan bakal mencapai 3 juta kendaraan.
"Satu segmen lagi yang penting untuk Indonesia adalah Energy Storage System (ESS)," ungkapnya dalam webinar, Rabu (17/11/2021).
Menurutnya, ESS semacam baterai yang digunakan untuk menyuplai energi. Sistem ini digunakan untuk menyimpan energi dari pembangkit-pembangkit listrik yang memiliki sifat intermittent seperti pembangkit listrik tenaga solar dan angin.
Baca Juga:
Terminal Kalideres Cek Kelayakan Bus AKAP Menjelang Nataru
"ESS jadi baterai yang kita gunakan untuk bisa menyuplai energi," lanjutnya.
Berdasarkan data yang dia paparkan, permintaan baterai EV di Indonesia pada 2025 masih ada di kisaran 4,7-6 GWh, di tahun 2030 meningkat jadi sekitar 14,7-20,1 GWh, dan pada 2035 akan melonjak signifikan menjadi 47-59,1 GWh.
Potensi yang besar di sektor baterai EV menurutnya membuat RI tidak mau melewatkan kesempatan. Indonesia bercita-cita menguasai pasar baterai Asia Tenggara (ASEAN) pada 2026 mendatang.
Ini menjadi salah satu target dari peta jalan yang dibuat oleh Holding IBC. Menurutnya tahun ini dimulai dengan melakukan studi bersama dengan para partner.
"Kami juga melakukan kajian detail, harapkan dari segi Engineering Procurement Construction (EPC) baik dari HPAL dan RKEF bisa dilakukan di 2023," tuturnya.
Lalu membangun pabrik Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) dan High Pressure Acid Leaching (HPAL), dan pabrik daur ulang sudah dioperasikan pada 2024.
"Operasi tahun 2024 sebagian besar fasilitas produksi kami harapkan sebelum 2025 kita sudah ada produksi baterai dan jadi pemain regional electric vehicle (EV) battery," lanjutnya,
Kemudian jika terus bisa dikembangkan secara komprehensif maka RI akan menjadi pusat produksi di ASEAN pada tahun 2026 mendatang. Artinya pasar ASEAN akan dikuasai RI untuk produk baterai.
"Dan kalau bisa kembangkan komprehensif lagi, tahun 2026 akan jadi EV Baterai production hub di ASEAN, kita kuasai pasar ASEAN dengan produksi baterai kita," jelasnya.
Setelah menguasai pasar ASEAN, IBC akan melakukan ekspansi secara kapasitas, sehingga bisa menjadi pemain global pada 2027. [afs]