WahanaNews-Banten | BMKG memprediksi sejumlah wilayah di Indonesia mengalami musim kemarau lebih awal hingga menyebabkan adanya cuaca panas.
Cuaca panas juga dipengaruhi oleh tingkat curah hujan yang turun selama musim kemarau diprediksi akan normal hingga lebih kering dibandingkan biasanya.
Baca Juga:
Alasan Ilmiah Mengapa Indonesia Luput dari Gelombang Panas
Di sebagian besar wilayah diperkirakan akan mengalami Awal Musim Kemarau 2023 pada kisaran bulan April hingga Juni 2023.
Perkiraan musim kemarau tersebut terjadi lebih awal dibandikan pada periode normal 1991 - 2020.
Sementara itu, puncak musim kemarau 2023 diprediksikan terjadi pada Agustus 2023.
Baca Juga:
Inilah 6 Kota Paling Tandus di Dunia, Salah Satunya Tak Hujan hingga 5 Abad
Adapun durasi musim kemarau 2023 di sebagian besar wilayah Indonesia umumnya diprakirakan antara 9 –20 dasarian yaitu seluas 824.811km2(43,06 persen).
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, telah membagi persentase wilayah di Indonesia yang terdampak musim kemarau tersebut.
"Sejumlah 41 persen wilayah memasuki musim kemarau maju atau lebih awal dari normalnya.
200 Zona Musim (ZOM) atau 29 persen wilayah memasuki musim kemarau sama dengan normalnya.
Dan 95 ZOM atau 14 wilayah memasuki musim kemarau mundur atau lebih lambat dari normalnya," ungkap Kepala BMKG, dalam keterangan resmi yang dikeluarkan pada Selasa (7/3/2023).
Adapun pembagian wilayah berdasarkan waktu datangnya musim kemarau yakni sebagai berikut:
Musim Kemarau pada April 2023
1. Bali
2. Nusa Tenggara Barat
3. Nusa Tenggara Timur
4. Jawa Timur
Musim Kemarau pada Mei 2023
1. Jawa Tengah
2. Yogyakarta
4. Banten
5. Pulau Sumatera bagian selatan
6. Papua bagian selatan
Musim Kemarau pada Juli 2023
1. Jakarta
2. Sebagian kecil Pulau Jawa
3. Sumatera Selatan
4. Kepulauan Bangka Belitung
5. Riau
6. Sumatera Barat
7. Pulau Sulawesi bagian utara
Imbauan BMKG
Terkait musim kemarau ini, BMKG mengimbau kepada institusi terkait, dan seluruh masyarakat untuk lebih siap dan antisipatif terhadap kemungkinan dampak musim kemarau.
Terutama di wilayah yang mengalami sifat musim kemarau bawah normal atau lebih kering dibanding biasanya.
Pasalnya, menurut Dwikorita, wilayah tersebut memiliki tingkat bencana kekeringan yang lebih tinggi.
"Wilayah tersebut diprediksi mengalami peningkatan risiko bencana kekeringan meteorologis, kebakaran hutan dan lahan, dan kekurangan air bersih."
"Perlu aksi mitigasi secara komprehensif untuk mengantisipasi dampak musim kemarau yang diperkirakan akan jauh lebih kering dari tiga tahun terakhir," ungkap Dwikorita.
Selain itu, BMKG juga mengimbau kepada Pemerintah Daerah (Pemda) dan masyarakat untuk dapat lebih optimal melakukan penyimpanan air pada akhir musim hujan ini untuk memenuhi danau, waduk, embung, kolam retensi, dan penyimpanan air buatan lainnya di masyarakat melalui gerakan memanen air hujan.[ss]