Banten. WahanaNews.co - Dua badan usaha milik negara (BUMN) yaitu PT Semen Indonesia Tbk (SIG) dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) sebagai upaya meningkatkan penggunaan listrik berbasis energi baru dan terbarukan (EBT) di area operasi SIG.
Melalui MoU ini, PLN memfasilitasi SIG untuk menghadirkan industri hijau melalui sumber EBT dalam operasinya untuk memenuhi kebutuhan listrik di pabrik SIG dengan konsep keberlanjutan.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
“Kami berharap kerja sama ini meningkatkan porsi penggunaan EBT, dan mendukung tercapainya target SIG dalam menurunkan intensitas emisi karbondioksida (CO2) Scope 2 sebesar 24 persen pada 2030 dari baseline 2019,” ujar Direktur Utama SIG Donny Arsal saat penandatanganan MoU melalui keterangan di Jakarta, Selasa.
Donny menjelaskan, SIG merupakan pengguna listrik berskala besar, dengan tingkat penggunaan energi listrik sekitar 2,9 terrawatt hour (TWh) per tahun atau senilai Rp2,9 triliun per tahun untuk proses produksi semen.
Saat ini SIG memiliki lahan berupa atap bangunan, lahan, dan kolam, yang berpotensi digunakan untuk implementasi panel surya hingga 572 MegaWatt peak (MWp), yang mana 541 MWp diantaranya adalah potensi di atas permukaan tanah (ground mounted) dan di atas permukaan air (floating) di sembilan lokasi.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
sembilan lokasi tersebut adalah SIG Ghopo Tuban, PT Semen Gresik Pabrik Rembang, PT Semen Padang, PT Semen Tonasa, PT Solusi Bangun Indonesia Tbk (SBI) Pabrik Tuban, SBI Pabrik Narogong, SBI Pabrik Cilacap, SBI Pabrik Loknga, serta PT Semen Baturaja Tbk.
Pada tahap awal, rencana implementasi sebesar 5,4 MWp - 32 MWp per lokasi, selebihnya, akan dibangun proyek solar panel secara bertahap hingga tahun 2030.
Dalam kesempatan sama, Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menegaskan komitmen PLN untuk bersinergi dengan SIG dalam menurunkan emisi karbon dan mengembangkan EBT dalam skala besar.
“Ini hanyalah langkah awal. Semoga sesudah tanda tangan MoU ini segera bisa kita mulai, dalam waktu satu atau dua bulan ini,” ujar Darmawan.
Dalam proses transisi energi, menurutnya, diperlukan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan keberlanjutan lingkungan, sehingga, perlu dijalin kolaborasi dengan berbagai stakeholder lokal maupun internasional.
“Karena ini adalah proyek besar, perlu kolaborasi dari kebijakan, teknologi, inovasi hingga investasi,” ujar Darmawan.[ss]