Tempat yang dipilih sebagai ibu kota itu merupakan sebuah hutan yang disebut Beringin. Di sana ada desa kecil bernama Pachetokan dan ada sebuah pesanggrahan atau peristirahatan bernama Garjitowati.
Pesanggrahan tersebut dibangun Susuhunan Paku Buwono II dan namanya kemudian diganti menjadi Ayodya.
Baca Juga:
Pemkot Yogyakarta Gandeng Organisasi Kesehatan Sukseskan Program Cek Kesehatan Gratis 2025
Setelah menetapkan ibu kota, Sultan kemudian memerintahkan rakyatnya untuk babat hutan guna dijadikan keraton. Namun, sebelum keraton tersebut selesai dibangun, Sultan Hamengku Buwono I menempati pesanggrahan Ambarketawang di daerah Gamping.
Baru satu tahun kemudian, Sultan HB I memasuki istana barunya. Hal ini juga menandai berdirinya Kota Yogyakarta dengan nama utuh Negari Ngayogyakarta Hadiningrat. Peresmiannya dilakukan pada 7 Oktober 1756.
Alasan Diberi Nama Yogyakarta
Menurut buku Sejarah Keraton Yogyakarta oleh Ki Sabdacarakatama, nama Kota Yogyakarta sebelumnya memiliki banyak istilah penyebutan. Di antaranya adalah Ngayugyakarta Hadiningrat, Ngayogyakarta, Ayodya, Yogyakarta, Jogjakarta, Jogyakarta, Yoja, Djokya, dan lainnya.
Baca Juga:
Dua Faktor Pengaruhi Tarif Retribusi Sampah Rumah Tangga di Yogyakarta Naik
Rahasia penamaan ini memang belum terungkap jelas, tapi diperkirakan untuk menghormati tempat bersejarah Alas Beringin.
Pada Babad Giyanti karya Yosodipuro, Sultan HB I dan prajuritnya menuju ke selatan setelah Perjanjian Giyanti dan membubarkan barisan di Parakan. Saat sampai di Gunung Gamping, ia mengukur calon kota di Hutan Beringin.
Tempat yang diukur ini dekat dengan bangunan lama yang didirikan Sinuwun Amangkurat IV dan disebut juga sebagai Gerjitawati. Ketika zaman Paku Buwono I, Gerjitawati diganti namanya sebagai Ayodya.