Banten.WahanaNews.co, Lebak - Tetua adat Badui, yang juga menjabat sebagai Kepala Desa Kanekes di Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak, Jaro Saija, mengajak seluruh masyarakat untuk menjaga kedamaian dan persatuan setelah pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) 2024.
"Kita jangan sampai usai pemilu terjadi konflik antarsesama anak bangsa, sehingga bisa menimbulkan perpecahan," kata Jaro Saija di Lebak, Jumat (16/2/2024).
Baca Juga:
Aktivis Aceh: Jangan Sampai Rakyat Tidak Percaya Kepada Kejari Kota Subulussalam
Masyarakat Badui usai melaksanakan pemilu di 27 tempat pemungutan suara (TPS) dengan daftar pemilih tetap (DPT) sebanyak 6.078 jiwa tetap rukun, damai, aman dan kondusif.
Kawasan Badui yang memiliki penduduk 12.600 jiwa di 68 perkampungan kehidupan mereka seperti biasa melakukan pekerjaan rutinitas ke kebun ladang untuk bercocok tanam palawija dan hortikultura.
Karena itu, pihaknya minta kedamaian dan persatuan tetap dijaga dan dilestarikan usai melaksanakan pesta demokrasi lima tahunan.
Baca Juga:
Ditempatkan di Komite II, Komeng Bingung: Berharap Seni Budaya, Kok Jadi Pertanian?
"Kita siapapun pemimpinnya hasil pemilu itu tentu seluruh masyarakat menerima dan mendukungnya serta jangan sampai terjadi perpecahan," kata Jaro Saija menambahkan.
Jaro Saija berharap masyarakat bisa bersatu dan menciptakan kedamaian, keharmonisan, kerukunan, karena Indonesia merupakan negara besar. Sebab, masyarakat Indonesia yang memiliki keanekaragaman perbedaan suku, kepercayaan, sosial, budaya dan bahasa lebih indah usai pemilu tetap utamakan persatuan dan kesatuan.
Apabila, kehidupan itu bersatu dipastikan dapat mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat di Tanah Air.
"Kami sebagai warga negara tentu dalam kehidupan di masyarakat Badui menjunjung tinggi kedamaian dan persatuan," katanya menjelaskan.
Ia mengatakan, selama ini, masyarakat Badui Dalam sejak dulu hingga kini tidak menggunakan hak pilih dalam pemilihan umum, karena bertentangan dengan adat setempat.
Masyarakat Badui Dalam yang tersebar di Kampung Cibeo, Cikawartana dan Cikeusik tentu berbeda dengan kehidupan Badui Luar atau Badui penamping. Untuk masyarakat Badui Dalam hingga kini masih kuat memegang adat leluhur nenek moyang dengan tidak berpolitik baik pada pemilihan presiden dan wakil presiden, DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten, Dewan Perwakilan Daerah (DPD) maupun pemilihan kepala daerah.
Selain itu juga masyarakat Badui kemanapun pergi harus berjalan kaki dan dilarang naik kendaraan. Dengan demikian, masyarakat Badui Dalam pemilu itu hanya bersikap "lunang" atau milu kanu menang" (ikut kepada yang menang saja).
"Kita tentu menghormati dan menghargai keputusan adat masyarakat Badui Dalam itu," pungkas Jaro Saija.
[Redaktur: Sutrisno Simorangkir]