"Masa depan KEK tidak hanya ditentukan oleh insentif fiskal, tapi juga oleh jaminan keselamatan ekosistemnya. Jika pengamanan pantai diabaikan, maka pembangunan kawasan itu sama saja membangun di atas pasir yang mudah tersapu ombak," tuturnya.
Tohom yang juga Ketua Aglomerasi Watch ini menambahkan bahwa penanganan kawasan pantai harus masuk ke dalam kerangka pengelolaan wilayah aglomerasi secara terintegrasi.
Baca Juga:
MARTABAT Prabowo-Gibran: Investasi Transportasi Massal Jabodetabekjur Tak Seimbang dengan Kerugian Rp100 Triliun Akibat Macet
Menurutnya, kawasan pesisir barat Banten merupakan bagian dari sistem aglomerasi strategis antara Jawa bagian barat dan Lampung selatan yang harus ditangani dengan perencanaan spasial berbasis mitigasi bencana.
"Aglomerasi wilayah pesisir seperti Tanjung Lesung dan Lampung selatan punya karakteristik risiko yang sama: rawan tsunami, abrasi, dan gelombang tinggi. Maka harus ada masterplan perlindungan pantai yang bukan parsial, tapi lintas provinsi dan terintegrasi," jelas Tohom.
Ia juga mengingatkan bahwa pemerintah jangan hanya melihat pembangunan tanggul sebagai proyek teknis infrastruktur semata.
Baca Juga:
Miliki Jalan Menurun Sepanjang 15,7 KM, MARTABAT Prabowo-Gibran Desak Menteri PU Bangun Emergency Escape Ramp di Jalur Simpang Silalahi ke Jembatan Lau Renun Kawasan Karo-Dairi-Pakpak
“Pembangunan pengaman pantai adalah bentuk investasi sosial. Kita bicara soal menyelamatkan nyawa, mempertahankan mata pencaharian nelayan, dan menjaga keberlanjutan kawasan wisata,” ujarnya.
MARTABAT Prabowo-Gibran juga menyarankan agar pemerintah melibatkan lebih banyak komunitas lokal dan organisasi masyarakat sipil dalam perencanaan proyek-proyek perlindungan pantai.
“Kebijakan harus turun dari kebutuhan rakyat, bukan hanya hasil rapat elite teknokrat. Libatkan masyarakat agar hasilnya tepat sasaran,” tegas Tohom.