Menurut dia, strategi penanganan stunting kedua dilakukan intervensi dari hulu mulai remaja khususnya pelajar sekolah dengan pemberian tablet tambah darah (TTD).
Mereka yang kalangan remaja yang hendak menikah wajib terdaftar pada aplikasi elsimil BKKBN, sehingga mendapatkan pembekalan dan edukasi bagaimana nantinya menikah hingga reproduksi aman.
Baca Juga:
Bea cukai Gelar FGD, Peluang dan Tantangan Pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sorong
Selain itu, selama kehamilan wajib diperiksakan kesehatan ke tenaga medis, seperti dokter, bidan, dan perawat di puskesmas setempat serta jika mereka mengalami kekurangan energi kronik (KEK) dipastikan mendapatkan TTD agar melahirkan bayi tidak stunting.
Begitu juga bagi pasangan usia subur (PUS) agar menjadi peserta KB guna membatasi jarak kelahiran anak serta masyarakat dengan tidak menikahkan putra-putri mereka pada usia anak.
"Kami yakin jika dua strategi penanganan itu berjalan dipastikan Lebak terbebas anak stunting," kata Paryono.
Baca Juga:
Indonesia Bersiap Menjadi Salah Satu Produsen Bahan Anoda Baterai Lithium-ion Terbesar di Dunia
Ia mengapresiasi selama ini pencegahan stunting dilaksanakan secara terintegrasi dengan organisasi perangkat daerah (OPD) terkait dengan dikoordinir oleh Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A), termasuk Dinas Kesehatan, Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Pertanian, Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMD), Kementerian Agama (Kemenag), Dinas Pendidikan (Disdik), dan Dinas Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR).
"Semua instansi itu di dalamnya terkait untuk penanganannya secara spesifik dan sensitif," katanya.
Berdasarkan hasil penimbangan serta pengukuran tubuh dan lengan pada Juni 2024, di Kabupaten Lebak jumlah balita stunting tercatat 4.452 orang dari total 109.498 balita.