Hidupnya wisata Tanjung Lesung, Anyer, Ujung Kulon, dan sepanjang pesisir Selat Sunda di Provinsi Banten tentu akan menumbuhkan sektor UMKM di wilayah penyangga kawasan tersebut. Desa Citeureup Pandeglang contohnya, sebagai salah satu desa penyangga KEK Tanjung Lesung bertekad tidak akan menjadi penonton di rumah sendiri.
Beberapa Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) teleh berbenah. Pokdarwis Liwungan Island Desa Citeureup misalnya sejak beberapa tahun silam telah mampu mengubah limbah kayu dan kerang menjadi berbagai kerajinan bernilai jual tinggi. Dari mulai handycraft badak, perahu, kotak tisu, dan kerajinan tangan lainnya berhasil mereka buat.
Baca Juga:
Soal Capim KPK Berlatar Penegak Hukum, KSP: Jangan Over Sensitif
Apabila kunjungan wisatawan ke Kabupaten Pandeglang terutama ke Pulau Liwungan Desa Citeureup baik, maka produk mereka akan terserap pasar dengan baik. Begitu juga dengan Abah Adok dan para penarik kapal motor penyeberangan lainnya tentu akan lebih banyak tersenyum menjalani kehidupan sehari-hari membantu menyeberangkan wisatawan ke Pulau Liwungan.
Dukungan Pemerintah Daerah Kabupaten Pandeglang Banten melalui rencana Pemanfaatan Barang Milik Daerah Pulau Liwungan dengan skema Kerjasama Pemanfaatan (KSP) saat ini dalam proses Penilaian Nilai Wajar dan Analisis Kelayakan Bisnis dengan bantuan Tim Penilai dari Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Serang dan Kanwil DJKN Banten.
Harapannya, beberapa calon investor yang saat ini sedang menunggu proses tender pemanfaatan Pulau Liwungan dapat mempersiapkan diri dalam mengelola pulau tersebut menjadi ikon wisata baru Kabupaten Pandeglang. Jika terlaksana, warga Banten tidak perlu jauh-jauh ke Kepulauan Seribu di Provinsi DKI Jakarta untuk menikmati wisata pulau ekslusif.
Baca Juga:
KSP Kawal Kasus Pembakaran Rumah Wartawan Rico Pasaribu
Mereka dapat menyaksikan eksotisme matahari tenggelam (sunset) di Selat Sunda dengan latar belakang Gunung Krakatau di kejauhan dikelilingi suasana asri pepohonan seluas 23 hektar. Cukup menyeberang sekitar 15 menit dari tempat kapal kayu Abah Adok bersandar. Bisa kita bayangkan raut wajah berseri istri dan anak-anak Abah, juga puluhan abah-abah lainnya.
[Redaktur: Sutrisno Simorangkir/DJKN]