WahanaNews Banten | Akibat keputusan mengganti staf desa oleh kepala desa terpilih Agus Setyantoro (ASR) yang belum sertijab dengan Pj Kecamatan Solear, Kabupaten Tangerang berbuntut panjang hingga ancaman ke proses hukum.
Uju, Sekretaris Desa (Sekdes) dan Rudi sebagai bagian dari perangkat desa Pasanggrahan sangat menyayangkan keputusan ASR yang langsung memberi waktu yang fulgar untuk para pendukungnya untuk menduduki kantor desa (14/10/2021/) padahal sertijab belum waktunya dengan Dude selaku Pj sebagai pimpinan kami.
Baca Juga:
Diduga Polisi Panggil Camat Solear Terkait LPJ Pikades Pasanggrahan, Warga Acam Ketuanya Jangan Songong
Uju beserta staf yang lain pada waktu itu harus tetap masuk kerja untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.
“Padahal ada BPD di bawah kepemimpinan Tatang Sumarna tidak bisa berbuat apa-apa untuk menegakkan aturan dan supremasi hukum yang berlaku demi terselenggaranya pelanyanan desa supaya tetap maksimal. Kursi dan meja kami langsung diduduki oleh pendukung ASR atau yang disiapkan untuk mengantikan staf desa lainnya. Kami malu saat itu. Bahkan, ada pendukung ASR bertanya kepada saya, ngapain mas,” ujar Rudi kepada WahanaNews Banten, Senin (01/11/2021).
Foto surat keterangan domisili warga yang ditandatangani oleh aparatur desa bernama Wawan Hartanto pun beredar yang mengatasnamakan Kepala Desa Pasanggarahan tertanggal, 28 Oktober 2021. Padahal Wawan Hartanto ini belum punya SK dari Kecamatan Solear.
Baca Juga:
Camat Solear Diduga Tak Mampu Selesaikan Polemik di Desa Pasanggrahan, LSM GRIB: Ada apa ?
Sementara menurut informasi dari Kasi Pemerintahan Kecamatan Solear, dari 7 orang penggajuan SK baru, hanya 2 orang yang masuk kategori setelah diseleksi. Tetapi keduanya pun belum dibekali SK.
Menurut Uju dan Rudi, melihat kejadian ini dapat disimpulkan sebagai kesalahan administrasi atau bisa disebut juga maladministrasi.
Masih menurut mereka berdua, maladministrasi merupakan perilaku atau perbuatan melawan hukum dan etika dalam proses administrasi pelayanan publik. Maladministrasi dapat terjadi seperti penyimpangan prosedur, penyalahgunaan wewenang, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum, tindakan diskriminatif, dan dapat diartikan upaya permintaan imbalan, dan lainnya.
Dari perbuatan kesalahan administrasi ini, kata mereka, bisa merugikan mayarakat atau penduduk, dan tentunya melanggar Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
WahanaNews Banten berusaha mencari pasal-pasal terkait Undang-Undang dimaksud.
Dalam Pasal 17, (1) Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dilarang menyalahgunakan Wewenang. Lalu (2) Larangan penyalahgunaan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a) larangan melampaui wewenang, b) larangan mencampuradukkan wewenang, dan/atau, c) larangan bertindak sewenang-wenang.
Kemudian dalam Pasal 18 (1) Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dikategorikan melampaui wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf a) apabila Keputusan dan/atau Tindakan yang dilakukan: a) Melampaui masa jabatan atau batas waktu berlakunya wewenang, b) Melampaui batas wilayah berlakunya wewenang, dan/atau c) Bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dikategorikan mencampuradukkan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf b apabila Keputusan dan/atau Tindakan yang dilakukan: a) Diluar cakupan bidang atau materi wewenang yang diberikan, dan/atau b) Bertentangan dengan tujuan wewenang yang diberikan.
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dikategorikan bertindak sewenang-wenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) huruf c apabila Keputusan dan/atau Tindakan yang dilakukan: a) Tanpa dasar kewenangan, dan/atau b) Bertentangan dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Melihat proses pergantian perangkat desa Pasanggrahan ini, Uju dan Rudi melihat sangat bayak kejanggalan yang terjadi termasuk Sekdes bawaan Kades Baru ASR pengganti Uju yang mengatakan bahwa umur Uju sudah melebihi batas maksimal syarat untuk masuk staf desa.
Bagi Uju, kehilangan pekerjaan menjadi Sekdes bukan masalah. Yang terpenting bagi dia bagaimana agar mayarakat atau penduduk tidak menjadi korban kebijakan yang tak terkendali dari kepala desa yang baru.
“Kami aja yang seharusnya menjadi staf desa resmi sudah digituin, apalagi nanti yang lain,” kata Uju. [Tio]